Iman Islam dan Ihsan

Dilarang keras copy paste makalah atau artikel yang ada di sini.
Jika anda menginginkan makalah atau artikel ini,
silakan download lengkap versi doc-nya dengan download di sini

Daftar Isi
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. IMAN
Pengertian Iman
Hakekat dan Syarat Iman
syarat bagi iman
Derajat Iman
B.ISLAM
Pengertian islam
C.IKHSAN
Pengertian ikhsan
D.ANALISIS
E.KESIMPULAN

II. PEMBAHASAN

A. IMAN
1. Pengertian Iman
Iman menurut pengertian bahasa arab ialah At-tashdiqu bil qalbi, membenarkan dengan (dalam) hati. Abnu Katsir menunjuk beberapa ayat Al-Qur'an yang memberi pengertian bahwa iman ialah pengakuan dengan (dalam) hati:(التوبه:61)
Artinya: Dia membenarkan Allah dan membenarkan orang – orang mukmin.

Adapun pengertian iman menurut syara', adalah:

القول با للسا ن, والتصديق با لجنان, والعمل با لاركا ن.

Yang artinya yaitu: Mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati, dan mengerjakan dengan anggota tubuh.

Tegasnya, iman menurut batasan syara' ialah memadukan ucapan dengan pengakuan hati dan perilaku. Dengan lain perkataan mengikrarkan dengan lidah akan kebenaran Islam, membenarkan yang diikrarkan itu dengan hati dan tercermin dalam perilaku hidup sehari – hari dalam bentuk amal perbuatan. Dengan kata lain iman adalah tunduk ruh kepada kebenaran serta khudlu' kepadanya. Tunduk dan khudlu' ruh kepada yang haq (Allah). Hati tidak akan tunduk jika belum berkumpul:
a. membenarkan dengan hati (tashdiq qalbi)
b. mengikrarkan dengan lidah
c. mengamalkannya dalam perbuatan sehari-hari

Al-Isbahani mengatakan, bahwa menurut kaum Ahlusunnah, iman dapat bertambah dan berkurang. Maka seseorang yang membenarkan dengan hati tetapi tidak terlihat pada perilaku hidup tidak bias dinamakan mukmin mutlak, sebab tidak melaksanakan apa yang seharusnya diperbuat selaku seorang yang beriman. Sesungguhnya, setinggi-tinggi iman ialah ma'rifat hati, ikrar lidah dan amal anggota tubuh. Iman dapat bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat.

Menurut Ibnu As-Sholah,
rest of post here
iman mencakup apa yang termasuk dalam rumusan Islam, bahkan iman mencakup pula semua jenis taat. Sebab, taat adalah produk dari keyakinan (terhadap) yang menjadi dasar iman.
Amal adalah bagian dari iman. Tidak sempurna iman tanpa amal. Amal dan iman adalah saudara kembar. Tidak sah yang satu tanpa yang satu lagi. Keduanya bersama-sama juga tidak sah tanpa merendahkan kufur yang menjadi lawannya. Tuhan mensyaratkan amal saleh untuk iman dan menganggap tidak berguna iman kecuali dengan adanya amal.

2. Hakekat dan Syarat Iman
Ditinjau dari cara tumbuhnya Iman, maka iman dapat dibagi dalam dua katergori, yaitu iman hakiki dan iman taqlidi atau pura-pura (shuri). Iman hakiki ialah iman yang tumbuh karena kesadaran atas dasar pengetahuan. Iman dalam kategori ini adalah iman yang teguh karena terhujam jauh ke dalam lubuk hati. Iman seperti inilah yang dimaksud sebagai kebajikan dan pangkal kebaktian yang kerap kali tersebut di dalam Al-Qur'an. Sedang iman taqlidi atau iman ikut-ikutan adalah beriman karena lingkungan tidak akan mampu menjadi motor pendorong untuk melahirkan sikap dan tindakan seperti yang dituntut oleh para iman hakiki.
Adapun hal-hal yang menjadi syarat bagi iman adalah:
1. patuh dan tunduk menerima segala yang dibawa oleh Nabi.
2. keyakinan yang teguh tanpa ada keraguan sedikitpun. Sebab, keraguan tidak akan memberi guna. Allah berfirman:
Artinya: "Dan mereka tidak mempunyai ilmu terhadapnya. Mereka hanya mengikuti dugaan semata. Sesungguhnya dugaan terhadap sesuatu tidaklah memberi guna sedikitpun" (Q.S An Najm :28)

3. Amal perbuatan yang saleh bersama-sama dengan iman yang saleh adalah kunci kemenangan.

3. Derajat Iman
Ibnu Taimiyah dalam Risalat Al-Yaqru menulis: ada 3 derajat iman:
1. Melalui pekabaran yang disampaikan orang yang diyakini benar. Cara ini menyampaikan kepada derajat 'ilmu yaqin.
2. Melihat dengan mata kepala sendiri tentang sesuatu yang dipercaya benarnya itu. Cara ini menyampaikannya kepada derajat 'ainul yaqin.
3. Merasakan sendiri tentang yang diyakini itu. Cara ini menyampaikan kepada derajat haqqul yaqin.
Derajat iman yang paling redah adalah 'ilmul yaqin dan di atasnya adalah 'ainul yaqin. Dan derajat iman yang tertinggi adalah haqqul yaqin. Seperti tersebut dalam sabda Nabi:
ليس المخبركا المعاين
"sesuatu yang dikabari tidak sama dengan yang disaksikan sendiri"

B. ISLAM
Islam mempunyai dua pengertian. Pertama, mengikrarkan dengan lidah, baik ucapan lidah tersebut dibenarkan oleh hati ataupun tidak. Kedua, mengikrarkan dengan lidah, membenarkan dengan hati, dan mengamalkannya dengan sempurna dalam perilaku hidup serta menyerahkan diri kepada Allah dalam segala ketetapan-Nya baik qada maupun qadar-Nya.

Menurut Ibnu Taimiyah, Islam ialah Ad-Dien yang maknanya ialah tunduk dan merendahkan diri kepada Allah. Oleh sebab itu, Islam berarti pula "menyerahkan diri kepada Allah sendiri, tidak memperserikatkan-Nya dengan sesuatu apapun". Orang yang memperserikatkan-Nya dalam menyembah-Nya tidaklah dihitung sebagai orang Islam. Ada indikasi bahwa Islam adalah inisial seseorang masuk ke dalam lingkaran ajaran Illahi. Sebuah ayat suci melukiskan bagaimana orang-orang Arab Badui mengakui telah beriman tapi Nabi diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka bahwa mereka belumlah beriman melainkan baru ber-Islam. Sebab, iman belum masuk ke dalam hati mereka seperti yang tertulis dalam firman Allah SWT yang terdapat di dalam QS. Al-Hujurat ayat 14 yang berbunyi:
Artinya: "Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Jadi, iman lebih mendalam daripada Islam. Sebab, dalam konteks firman tersebut kaum Arab Badui tersebut barulah tunduk kepada Nabi secara lahiriyah, dan itulah makna kebahasaan perkataan "Islam" yaitu tunduk atau menyerah. Tentang hadits yang terkenal yang menggambarkan pengertian masing-masing Islam, iman, dan Islam, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa agama memang terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam, Iman, dan Ikhsan, yang dalam kertiga unsure tersebut terselip makna kesenjangan: Orang mulai dengan Islam, berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam Ikhsan.

Sikap pasrah dan menyerahkan diri kepada Allah inilah yang disebutkan sebagai sikap keagamaan yang benar dan diterima Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Imron ayat 19 yang berbunyi:

Artinya: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam"
Selanjutnya, penjelasan yang sangat penting tentang makna "al-Islam" ini juga diberikan oleh Ibnu Taimiyah. Ia mengatakan bahwa al-Islam mengandung dua makna yaitu:
a. sikap tunduk dan patuh, sehingga tidak menjadikan sombong
b. ketulusan dalam sikap tunduk kepada satu pemilik/ penguasa.

Demikian itu sebagian dari penjelasan yang diberikan Ibnu Taimiyah tentang makna al-Islam. Berdasarkan pengertian-pengertian itu juga harus dipahami penegasannya dalam Al-Qur'an bahwa semua agama para Nabi dan Rasul adalah Islam. Yakni, agama yang mengajarkan sikap tunduk dan patuh, pasrah dan berserah diri secara tulus kepada Tuhan dengan segala qudrat dan madatnya. Sudah terang bahwa Islam dalam pengertian ini mustahil tanpa iman, karena dapat tumbuh hanya kalau seseorang memiliki rasa percaya kepada Allah yang tulus dan penuh.

C. IKHSAN
Menurut Ar-Raghib Al-Isfahani dalam mufradatnya, bahwa Ikhsan menurut arti bahasa Arab mempunyai dua makna:
1. Memberikan nikmat (berbuat bajik) kepada orang lain
2. Menguasai dengan baik sesuatu pengetahuan, dan atau mengerjakan dengan baik sesuatu perbuatan.

Kemudian, kata-kata Ikhsan itu sendiri secara harfiah berarti "barbate baik". Seorang yang ber-Ikhsan disebut muhsin, sebagai orang yang ber-iman disebut mu'min dan yang ber-Islam disebut muslim. Karena itu, sebagai bentuk jenjang penghayatan keagamaan, Ikhsan terkait erat sekali dengan pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlak mulia. Disabdakan oleh Nabi bahwa yang paling utama dikalangan kaum beriman ialah yang paling baik akhlaknya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits berikut:
افضل الموءايما نا احسنهم خلق"dirangkaian dengan sikap pasrah kepada Allah atau Islam, orang yang ber-Ikhsan disebutkan dalam kitab suci sebagai orang yang paling bajik keagamaannya
Artinya: "Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya".

Islam dalam arti akhlak mulia atau pendidikan kearah akhlak mulia sebagai puncak keagamaan dapat dipahami juga dari beberapa hadits terkenal seperti:
انما بعثت لاء تمم مكا رم خلاق
Artinya: "sesunguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan berbagai keluhuran hati"
Dari sabda beliau lagi bahwa yang paling memasukan orang ke dalam surga ialah taqwa kepada Allah dan keluhuran budi pekerti. Nabi menjelaskan bahwa Ikhsan adalah jiwa iman dan Islam, dan iman serta Islam itu diterima Allah jika berdasarkan ikhlas. Dengan kata lain, modal Ikhsan adalah ikhlas. Sebab, semua amal baik yang yang batiniyah, ataupun yang lahiriyah, baru diterima jika dilandasi oleh ikhlas, dan Ikhsan memang unsur yang paling pokok untuk pangunan Ad-dien.

Maka dari itu, berlaku Ikhsan dalam beribadat ialah mengerjakannya dengan baik dan sempurna semua kaifiat, syarat, rukun, dan adab-adabnya.

III. ANALISIS

Dari pemaparan di atas, maka penulis memberikan analisis sebagai berikut. Kata-kata al-Islam telah menjadi nama sebuah agama, khususnya agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu agama Islam. Tapi secara generic, "Islam" bukanlah nama dalam arti kata kata sebagai nama jenis atau sebuah proper name untuk sebuah agama tertentu. Maka orang pemeluk Islam sekarang ini, juga seorang muslim, masih tetap dituntut untuk mengembangkan dalam dirinya kemampuan dan kemauan semata-mata untuk patuh serta pasrah dan berserah diri kepada Tuhan.

Agama yang diridloi Allah adalah Islam yang terpadu antara membenarkan (tashdiq) dan mengerjakan ('amal). Dengan kata lain, seseorang baru dikatakan mukmin apabila dia telah mewujudkan imannya dengan mengerjakan amal shaleh, seperti seseorang harus diakui kealimannya jika ia mengamalkan ilmunya.

IV. KESIMPULAN

1. Iman adalah memadukan ucapan dengan pengakuan hati dan perilaku, atau bias diartikan mengikrarkan dengan lidah akan kebenaran Islam, membenarkan yang diikrarkan itu dengan hati dan tercermin dalam perilaku hidup sehari-hari dalam bentuk amal perbuatan.
2. Islam mempunyai dua pengertian:
a. mengikrarkan dengan lidah, baik ucapan lidah itu dibenarkan oleh hati atau tidak.
b. Mengikrarkan dengan lidah, membenarkan dengan hati, dan mengamalkannya dengan sempurna dalam perilaku hidup serta menyerahkan diri kepada Allah dalam segala ketetapannya, baik qada' maupun qadar-Nya.
3. Ikhsan adalah memberikan nikmat kepada orang lain dan menguasai dengan baik sesuatu pengetahuan, dan atau mengerjakan dengan baik suatu perbuatan.
4. Setiap pemeluk Islam mengetahui degan pasti bahwa Islam (al-Islam) tidak abash tanpa iman (al-iman), dan iman tidak sempurna tanpa Ikhsan (al-Ikhsan). Sebaliknya, Ikhsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga tidak mungkin tanpa inisial Islam. Pengertian antara ketiga istilah itu terkait satu dengan yang lain, bahkan tumpang tindih sehingga setiap satu dari ketiga istilah mengandung makana dua istilah yang lainnya. Dalam iman terdapat Islam dan Ikhsan, dalam Islam terdapat iman dan Ikhsan, dan dalam Ikhsan terdapat iman dan Islam. Dari sudut inilah kita melihat iman, Islam, dan Ikhsan sebagai trilogi ajaran Illahi.

Maka kaitan iman, Islam, dan Ikhsan ialah ibarat ruh degan tubuh. Jika iman ditamsilkan sebagai watak (ghara-iz), dan Islam sebagai tubuh (jawarih), maka Ikhsan ialah yang mendinamiskan ghara-iz dan menggerakan jawarih.


DAFTAR PUSTAKA

Rachman, Budhy Munawar; 1995, Kontekstualisasi Doktrin IslamDalam Sejarah, Paramadina.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi; 1998, Al-Islam I, Pustaka Rizki Putra: Semarang.

Category:  
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses